-->

Rangkaian ic linear dan kasusnya

Written By Anisa film on Minggu, 11 Januari 2015 | 1/11/2015 12:54:00 AM


PELACAKAN KERUSAKAN SISTEM ANALOG
1. Catu Daya Teregulasi Linier
2. Catu Daya Switching
3. Sistem Penguat Stereo
4. Penerima TV Warna
5. Rangkaian IC Linear dan Kasusnya
6. Transformator

Kata linier, dipakai untuk menguraikan kelas-kelas rangkaian dan IC, terutama yang memberikan tanggapan terhadap sinyal-sinyal analog dibandingkan terhadap sinyal-sinyal digital.

Sinyal analog adalah sinyal yang variabel, dan oleh karena itu dapat mengambil tiap nilai diantara beberapa limit yang didefinisikan. Suatu contoh yang baik dari suatu sistem analog adalah penguatan tegangan kecil yang dibangkitkan oleh sebuah termokopel pada suatu level yang cukup untuk memberikan suatu indikasi suhu pada gerakan meter 1 mA. Sebuah IC linier, dalam hal ini sebuah op-amp, dipakai seperti diperlihatkan di gambar 6.105 untuk menaikan tegangan keluar termokopel.

Gambar 6.105: Penguat termokopel Sebuah Rangkaian Analog

Pada saat suhu yang diukur oleh termokopel bervariasi, terjadi suatu perubahan kecil di tegangan termokopel, dimana ini tidak lain dari suatu sinyal analog. Amplifier, yang dioperasikan di daerah liniernya, menaikkan tegangan termokopel memakai suatu faktor penguatan tetap yang tergantung dari perbandingan resistor-resistor umpan balik. Selanjutnya, indikasi meter ini dapat dikalibrasi terhadap suhu.

Bagaimanapun juga, IC jenis linier tidak harus di operasikan di daerah liniernya saja, dan sebagai contohnya, op-amp dapat dipakai untuk menghasilkan osilasi-osilasi gelombang segi 4 (square), atau dan lain sebagainya yang akan dibahas pada bagian kasus. Banyak pembuat komponen elektronika yang membuat daftar tipe-tipe rangkaian berikut ini dibawah nama linier:
  • Op-amp dan pembanding (Comparator)
  • Penguat video dan penguat pulsa
  • Penguat frekuensi audio dan penguat frekuensi radio
  • Regulator
  • Phase locked loops (PLL)
  • Timer
  • Pengganda (Multiplier)
  • Konverter analog ke digital
  • Generator bentuk gelombang
Jadi yang berhubungan dengan rangkaian linear itu sangat luas, oleh karena itu akan diperhatikan pada beberapa tipe rangkaian yang lebih populer saja. IC yang paling banyak dipergunakan adalah op-amp (operational amplifier) dengan begitu banyak tipe-tipe berbeda yang tersedia di pasaran.

Prinsip-prinsip dasar Op-amp

Pada dasarnya sebuah op-amp IC merupakan sebuah d.c coupled differensial amplifier dengan penguatan yang amat besar. Simbol di Gambar 6.106 menunjukkan tersedianya dua buah terminal masukan.

Gambar 6.106: Simbol Op-amp dan Karakteristik

Terminal pertama disebut masukan non inverting (diberi tanda +), terminal kedua adalah terminal inverting (diberi tanda -). Penguatan tegangan loop terbuka Avol adalah 100 dB (100.000 dalam perbandingan tegangan), sehingga hanya dibutuhkan suatu masukan differensial kecil untuk mendapatkan suatu perubahan masukan yang besar. Yang dimaksud dengan differensial adalah suatu sinyal yang mengakibatkan suatu beda fraksi sebesar 1 milivolt diantara dua hubunqan masukan. Sebagai contoh, jika masukan inverting adalah 0 volt dan level masukan non inverting dibuat +0,1 mV, maka keluaran akan positif mendekati +l0 V. Jika level masukan non inverting dibuat -0,1 mV, keluarannya akan menjadi -10 V. Dengan cara yang sama bila masukan non inverting 0 volt dan masukan inverting dibuat +0,1 mV, keluaran akan menjadi -10 V. Amplifier memberikan tanggapan beda tegangan diantara dua masukan dan jika beda ini nol, keluarannya juga seharusnya mendekati nol. Jadi Op-amp harus disediakan tegangan suplai (tegangan positif dan negatif), sehingga keluarannya dapat berayun-ayun disekitar nol.
Karakteristik transfernya diperlihatkan di gambar 5.2.b. Gambar ini menunjukkan bahwa: jika (V1-v2) positif, keluarannya juga akan positif. Keluaran ini akan jenuh jika (V1–V2) mencapai sekitar +0,1 mV. Begitu juga, jika (VI-V2) negatif, keluarannya akan negatif. Karakteristik ini telah digambarkan melalui nol pada titik dimana V1=V2. Dalam praktek, selalu timbul off-set, dan untuk itu perlu ditambahkan sebuah potensiometer untuk trim-out atau meng-nol-kan (null) setiap tegangan off-set ini. Salah satu tolak ukur kualitas op-amp adalah CMRR (Common Mode Rejection Ratio).
Dimana:

CMRR= penguatan diferrensial/pengutan common mode

Keuntungan utama dari penataan diferrensial adalah jika sinyal-sinyal yang polaritasnya sama diterapkan pada kedua masukan, maka sinyal-sinyal ini secara efektif akan saling menghilangkan dan hasil keluarannya akan amat kecil. Sinyal-sinyal seperti ini disebut 'Common mode'. Op-amp dengan CMRR tinggi dapat dipakai untuk mengukur sinyal diferrensial kecil yang menyertai suatu sinyal common mode sebesar seperti hal-nya pada kasus sinyal-sinyal elektro diagram yang berasal dari dua buah elektroda-elektroda ini mempunyai amplitudo sekitar 1 mV, tetapi bagaimanapun juga kedua elektroda ini bisa mengandung sinyal common mode yang biasanya sekitar 0.1 V pada frekuensi jalur daya. Op-amp dengan CMRR tinggi mendekati dan memperkuat sinyal differensial da membuang sinyal common mode.
Sedangkan penguatan loop tertutup semata-mata tergantung pada nilai-nilai komponen loop umpan balik (karena hal ini dapat dibuat resistor-resistor dengan toleransi kecil, penguatan dari sistem penguat (amplifier) dapat diatur secara akurat).

Gambar 6.107: Menerapkan Umpan Balik Negatif pada Suatu Op-Amp

Cara penerapan umpan balik negatif ditunjukkan di gambar: 6.107.a s/d d. Disini ditunjukkan empat rangkaian penting yang paling sering digunakan, sedangkan yang lainnya pengembangan dari rangkaian-rangkaian ini.

Karakteristik-karakteristik unjuk kerja utama dari sebuah op-amp, adalah:
  • Penguatan tegangan loop terbuka AVOL: penguatan differensial frekuensi rendah tanpa adanya penerapan umpan balik.
  • Resistansi input Rin: resistansi yang dipasang secara langsung pada terminal-terminal masukan pada kondisi loop terbuka. Nilai untuk IC bipolar adalah 1Mohm, selanjutnya untuk tingkat masukan FET mungkin lebih besar dari 1021 ohm.
  • Tegangan off-set masukan: untuk masukan-masukan yang keduanya ditanahkan, idealnya keluaran dari op-amp seharusnya adalah nol. Bagaimanapun juga, karena adanya sedikit ketidak tepatan tegangan di rangkaian masukan, bisa timbul tegangan off-set. Nilai dari off-set masukan differensial ini adalah sekitar 1 MV. Kebanyakan op-amp yang modern dilengkapi dengan sarana untuk membuat off-set ini menjadi nol.
  • CMRR: perbandingan antara penguat differensial dengan penguatan common mode, yaitu: kemampuan penguat (amplifier) untuk membuang (reject) sinyal-sinyal common mode.
  • Supply Voltage Rejection ratio: jika diterapkan suatu masukan tenaga (step) secara mendadak pada suatu op-amp, keluarannya tidak akan mampu memberikan tanggapan secara cepat. Akan tetapi, keluarannya akan berpindah ke nilai baru pada suatu laju yang uniform (seragam). Hal ini disebut slew rate limiting, yang mempengaruhi laju maksimum dari perubahan tegangan pada keluaran peralatan tersebut. Slew rate ini bervariasi antara: 1 volt/u sec (741), hingga 35 volt/sec (signetic NE 531 lihat gambar 6.108.)

    Gambar 6.108: Op-Amp Slew Rate Limiting

  • Bandwith daya penuh: frekuensi sinyal maksimum, dimana dapat ditemukan ayunan keluaran tegangan penuh.
  • Ayunan tegangan penuh: ayunan keluaran puncak, direfensikan terhadap nol yang dapat ditemukan.
Beberapa Op-Amp yang tersedia dipasaran diberikan parameter-parameternya seperti pada tabel 6.5.

Tabel 6.5: Parameter-Parameter Op-Amp

Jenis 709 juga membutuhkan komponen-komponen luar untuk memberikan kompensasi frekuensi dan untuk mencegah terjadinya osilasi-osilasi yang tidak diharapkan.
Kebanyakan dari masalah-masalah ini telah dapat diatasi pada rancangan op-amp IC generasi berikutnya. Tipe 741 dan NE 531 adalah tipe yang diproteksikan terhadap hubung singkat dan disediakan kemampuan untuk membuat tegangan offset menjadi nol dan tidak mempunyai masalah latch-up.
Tanggapan frekuensi untuk op-amp 741 diperlihatkan di gambar 6.109. Dapat dilihat bahwa pada 10 kHz, penguatan loop terbuka turun menjadi 40 dB (100 sebagai suatu perbandingan tegangan), dan pada 100 kHz penguatan loop terbuka akan turun menjadi 20 dB.

Gambar 6.109:Tanggapan Frekuensi Op-Amp 741

Tipe 741 mempunyai komponen-komponen kompensasi frekuensi dalam untuk mencegah osilasi yang tidak diinginkan, dan hal ini mengakibatkan penguatan untuk menjadi turun. Jika dibutuhkan band-width daya yang lebih lebar, dapat dipakai motorola MC 1741S atau silicon general SG 471S mempunyai band-width daya penuh pada 200 kHz.

Kasus pada rangkaian Op-mp

Diberikan dua kasus rangkaian dengan menggunakan Op-Amp dibawah ini:

1. Generator Gelombang Kotak (lihat gambar 6.110):

Gambar 6.110: Generator Gelombang Kotak

Op-Amp dapat digunakan sebagai pembangkit gelombang kotak karena memiliki nilai penguatan lingkar terbuka yang sangat tinggi dan tersedianya masukan beda (diffrerential inputs). Bila suatu catu daya digunakan pada rangkaian, dan kapasitor C belum mengalami pengisian, maka keluaran Op-Amp akan bersaturasi pada kondisi saturasi level positifnya (Vsat+).
Sebagian dari tegangan keluaran ini akan diumpan kembali kemasukan non-inverting melalui R2 dan R1. Tegangan pada masukan noninverting akan menjadi:



Selama tegangan pada terminal inverting lebih kecil dari V+. Maka keluarannya akan tetap pada level saturasi positif. Akan tetapi, pengisian C melalui R akan menyebabkan kenaikan tegangan pada terminal inverting. Bila tegangan tersebut menjadi lebih besar dari level tegangan pada terminal non-inverting, keluaran Op-Amp akan berubah menjadi tegangan saturasi negatif (Vsat -). Tegangan pada terminal non-inverting sekarang polaritasnya berlawanan dan menjadi:



Sekarang terjadi pengosongan kapasitor melalui R, hingga tegangannya turun menuju Vsat-. Pada saat tegangan kapasitor pada terminal non-inverting sama dengan tegangan pada terminal inverting, maka keluaran Op-Amp akan kembali ke level positif lagi. Hal ini akan terjadi berulang-ulang sehingga rangkaian ini akan menghasilkan gelombang kotak. RC akan menentukan frekuensi gelombang yang dihasilkan, sedangkan R1 dan R2 akan menentukan titik pensaklaran (dari Vsat+ ke Vsat- atau sebaliknya). Perubahan SW1 dan RV1 menentukan besarnya frekuensi selain dari R1 dan R2, dirumuskan sebagai berikut:



Dari hasil perhitungan dan uji coba rangkaian akan didapat frekuensi-frekuensi sebagai berikut (kondisi RV1 minimum dan maksimum):



Sedangkan RV2 digunakan untuk merubah mark-to-space ratio (perbandingan besarnya pulsa positip dan periode pulsa) atau dalam digital dikenal dengan duty-cycle.
Kasus dari rangkaian diatas adalah:
  • Tidak terjadi osilasi pada outputnya, hanya ada tegangan saturasi positip = 8 Volt.
    Jawabannya: Rangkaian tak berosilasi karena R atau C nya terbuka, dan karena kondisinya saturasi +, maka kaki 3 IC mendapat input besar terus, jadi ada yang terbuka Kaki RV1 menuju R1-nya.
  • Tidak terjadi osilasi pada outputnya, hanya ada tegangan saturasi negatif = -8 Volt.
    Jawabannya: Sama dengan kasus pertama hanya yang terbuka sekarang Kaki tengah dari RV1, sehingga kaki 3 IC tak mendapat input sedikitpun, maka outputnya pasti negatif.
  • Perubahan RV2 menyebabkan terjadinya perubahan frerkuensi yang besar dalam setiap selang, tetapi hanya terjadi perubahan yang kecil pada mark-to-space ratio.
    Jawabannya: RV2 seharusnya tak mempengaruhi perubahan frekuensi saat normalnya, dan kerja RV2 ini dibantu oleh D1/D2 serta R3 dan R4 saat mengisi dan mengosongka kapasitor. Karena masih berfungsi walaupun fungsinya berubah, tapi rangkaian tak ada yang terbuka. Jadi pasti ada yang hubung singkat, dan tentunya pastilah D3 atau D4 yang hubung singkat.
  • Bila R2 berubah berharga besar, maka frekuensi-frekuensi akan tetap berharga besar pada setiap selang.

2. Function Generator Frekuensi Rendah:

Generator fungsi merupakan osilator yang meghasilkan secara bersamaan gelombang segitiga, kotak, dan sinus (lihat gambar 6.111). Rangkaian ini menggunakan dua Op-Amp, yang menghasilkan output frekuensi rendah. IC1 dihubungkan dengan C1 sebagai integrator, dan IC1 sebagai rangkaian komparator. Jika output IC2 positif menuju output level positif saturasi, bagian level positif akan muncul pada titik pengukuran 2 (TP2) karena merupakan pembagi tegangan yang dibangun R4 dan R5. Jika R5 bernilai 1K8, maka level pada TP2 berkisar +700mV. Karena input non-inverting IC1 dihubungkan keground, input inverting seharusnya juga mendekati ground. Oleh karena itu, C1 akan diisi melalui R1 dengan arus sekitar 10??A. output IC1 menjadi negatif se-iring C1 diisi dan karena arus mengisi melalui R1 hampir konstan, nilai perubahan output IC1 adalah linear. (Karena penguatan Op-Amp 100.000 aksi perubahan menjadi sangat cepat).

Gambar 6.111: Fuction Generator Frekuensi Rendah

Ketika tegangan dititik pengukuran 1 (TP1), output IC1 melebihi level yang cukup dan mengakibatkan pin3 IC2 menjadi dibawah nol, output IC2 akan menjadi negatif. Perhatikan, bahwa IC2 mempunyai umpan-balik positif melalui R3, sehingga ketika pin 3 lebih positif daripada pin 2 maka output akan positif, tetapi ketika pin 3 lebih negatif dari pin 2 maka output akan negatif.
Level pada titik pengukuran 1 (TP1) yang memberi trigger pada komparator IC2 ditentukan oleh R3 dan R2. Karena output IC2 tegangan saturasi positif sekitar +4V, ketika TP1 sekitar –2V pin 3 akan menjadi dibawah nol, dan output IC2 akan berubah negatif.
Dengan output IC2 pada –4V, TP2 juga berubah negatif menjadi –700mV. Pengisian arus untuk C1 sekarang berbalik, dan TP1 menjadi positif. Ketika level pada TP1 mencapai sekitar +2V, komparator berubah lagi dan prosesnya berulang. Waktu untuk C1 untuk mengisi dari –2V menjadi +2V adalah waktu untuk setengah gelombang osilator. Untuk mendapatkan harga pendekatan pada waktu tersebut, dapat digunakan rumus:

Q = CV
(Jika kapasitor diisi dengan arus konstan)

Rumus 5

Frekuensi sebenarnya dari operasi tergantung pada beberapa faktor seperti tegangan saturasi IC2, toleransi C1 dan toleransi resistor. Dengan membuat R5 preset frekuensi dapat diatur menjadi 1Hz. Output segi-tiga diubah menjadi gelombang sinus dengan dioda D1, D2, D3, D4. R6 dan R7 (berfungsi sebagai pembagi tegangan) yang dapat mengakibatkan output melalui R7 menjadi 3 Vpp.
Bagaimanapun juga, dioda konduksi ketika bias maju dengan 500mV dan menghasilkan gelombang sinus dengan amplitudo 2Vpp. Ini merupakan pengubah segi-tiga ke sinus, dan menghasilkan distorsi yang agak tinggi. R5 dapat diatur untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Kasus rangkaian di atas adalah:
  • Frekuensi dari rangkaian akan menuju tinggi kira-kira 66,5 Hz dan frekuensi tak dapat di atur.

    Jawabannya: Yang mengatur frekuensi adalah R5, jadi kalau sampai frekuensi tidak dapat di atur olehnya, maka tentunya R5 terbuka kaki tengahnya, sehingga frekuensi masih ada.
  • Terjadi distorsi pada gelombang sinus positipnya, sedangkan gelombang yang lainnya normal.
    Jawabannya: gelombang sinus terjadi karena adanya dioda-dioda dan R6 serta R7. Karena hasilnya cacad bagian positipnya, berarti pembagi tegangan ada yang tidak beres, yaitu: R7 nya terbuka.
  • Terjadi gelombang seperti digambarkan di bawah ini pada output sinusnya, output yang lain tidak masalah.



    Jawabannya: yang menyebabkan gelombang sinus bagian positipnya rusak, pastilah dioda yang anodanya mengarah ke yang lebih positip. Jadi, pastilah D3 atau D4 terbuka.
  • Jika D1 terhubung singkat, maka output gelombang sinus akan distorsi, dan gelombangnya mendekati ½ gelombang positip saja.

IC Timer

Pada saat ini tersedia sejumlah besar rangkaian timer monolitik dipasaran, tetapi mungkin yang paling banyak dikenal adalah 555, 556 dan ZN 1034 E. Rangkaian-rangkaia waktu (timing circuits) adalah rangkaian-rangkaian yang akan menyediakan suatu perubahan keadaan dari keluaran setelah suatu selang waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
Sudah barang tentu, hal ini merupakan gerak dari suatu multivibrator monostabil. Rangkaian-rangkaian diskrit dapat dirancang dengan mudah untuk memberikan waktu tunda (dari beberapa mikro detik hingga beberapa detik), akan tetapi biasanya untuk dapat memberikan waktu tunda yang amat panjang perlu dipakai peralatan mekanik. IC timer 555, yang pertama-tama tersedia pada tahun 1972, mengijinkan penggunaannya untuk penundaan yang cukup akurat ataupun osilasi-osilasi dari mikro detik hingga beberapa menit, sedangkan ZN 1034 E dapat diset untuk memberikan waktu tunda hingga beberapa bulan.
Operasi dasar 555 dapat dimengerti dengan mudah dengan cara memperhatikan gambar 6.112. Untuk operasi monostabil, komponen waktu luar RA dan C di hubungkan seperti pada gambar. Tanpa adanya penerapan pulsa pemacu, keluaran Q dari flip-flop adalah tinggi, memaksa transistor pembuang (discharge) menjadi on dan membuat keluaran tetap dalam keadaan rendah.
Ketiga tahanan dalam Rl, R2 dan R3 sebesar 5 kohm membentuk suatu rantai pembagi tegangan sehingga timbul tegangan sebesar 2/3 Vcc pada masukan inverting dari pembagi (comparator) 1 dan tegangan sebesar 1/3 Vcc pada masukan non-inverting dari pembanding 2. Masukan pemacu ini dihubungkan ke Vcc melalui sebuah resistor luar, sehingga masukan pembanding 2 menjadi rendah. Keluaran-keluaran dari kedua pembanding mengontrol keadaan dari flip-flop dalam. Tanpa adanya penerapan pulsa pemacu, keluaran Q akan tinggi dan hal ini akan memaksa transistor pembuang dalam untuk konduksi.
Pin 7 akan ada pada keadaan tegangan hampir 0 volt, dan kapasitor C akan tercegah untuk diisi. Pada saat yang sama, keluarannya akan menjadi rendah. Pada saat diterapkan pulsa pemacu negatif, keluaran dari pembanding 2 akan menjadi tinggi untuk sesaat dan menyetel flip-flop. Keluaran Q menjadi rendah, transistor pembuang menjadi off dan keluarannya diswitch menjadi tinggi ke Vcc. Kapasitor waktu luar C sekarang dapat diisi melalui RA, sehingga tegangan yang melewati kapasitor ini akan naik secara eksponensial ke Vcc. Pada saat tegangan ini mencapai 2/3 Vcc,

Gambar 6.112: Timer 555.

keluaran dari pembanding 1 akan menjadi tinggi dan menyetel ulang flip-flop dalam. Transistor buang akan terhubung dan dengan cepat membuang muatan kapasitor waktu, dan pada saat itu pula keluaran akan diswitch ke nol.
Lebar pulsa keluaran tpw adalah sama dengan waktu yang diperlukan oleh kapasitor luar untuk mengisi dari nol ke 2/3 Vcc, tpw = 1,1 CRA. Nilai RA ini dapat berkisar antara 1 Kohm hingga (1,3 Vcc) Mohm. Dengan kata lain, jika dipakai tegangan suplai sebesar 10 V, nilai RA minimum adalah 1 Kohn atau maksimum 13 Mohm. Dalam praktek, dipergunakan nilai tengah antara 50 Kohm hingga 1 Mohm, karena penggunaan nilai-nilai ini cenderung untuk memberikan hasil terbaik. Keluaran 555 men-switch antara hampir nol (0,4 V) hingga sekitar 1 volt di bawah Vcc dengan waktu naik dan turun sebesar 100 ndetik. Beban ini dapat dihubungkan dari keluaran ke tanah atau dari keluaran ke Vcc. Hubungan pertama dikenal sebagai mode sumber arus, dan hubungan kedua dikenal sebagai pembuang arus (current sink). Pada kedua situasi ini, dapat di akomodasikan arus beban hingga 200 mA.
Kedua pin masukan lainnya juga disediakan. Pin 4, terminal reset, dapat dipakai untuk menginterupsi timing dan menyetel ulang (reset) keluaran dengan penerapan suatu pulsa negatif. Pin 5, disebut kontrol, dapat dipakai untuk memodifikasi timing memodulasi waktu tunda. Tegangan yang diterapkan ke pin 5 dapat mengganggu level dc yang dibentuk oleh resistor-resistor dalam. Pada penerapan-penerapan timing normal jika tidak ada modulasi yang dibutuhkan, pin 5 biasanya diambil ke tanah melalui kapasitor 0,01 VF. Hal ini mencegah terjadinya pengangkatan/pengambilan kebisingan (noise) yang dapat mempengaruhi waktu timing. Salah satu hal penting mengenai 555 adalah bahwa: waktu relatif tidak tergantung pada perubahan-perubahan tegangan suplai. Hal ini disebabkan oleh ketiga resistor dalam yang menetapkan perbandingan dari level threshold dan level pemacu pada 2/3 Vcc dan 1/3 Vcc. Perubahan dari waktu tunda terhadap tegangan suplai adalah 0,1 per volt.
Sebagai tambahan, stabilitas suhu dari rangkaian mikro mencapai nilai terbaik pada 50 ppm per 0C. Jadi, akurasi dan stabilitas penundaan waktu sangat tergantung pada kualitas komponen-komponen waktu luar RA dan C. Kapasitor-kapasitor elektrolitik mungkin harus dipergunakan bagi penundaan jangka panjang/lama, tetapi arus bocor haruslah cukup rendah. Demikian juga, karena toleransi dari kapasitor-kapasitor elektrolitik cukup besar (-20% + 50%), bagian dari resistor waktu mungkin harus merupakan suatu preset untuk memungkinkan penundaan dapat disetel secara cukup akurat.

Contoh dari sebuah 555 yang dipergunakan sebagai timer 10 detik yang sederhana diperlihatkan di gambar 6.113.

Gambar 6.113: Timer 10 Detik Menggunakan 555

Penekanan tombol start membuat pin 2 (pemicu masukan) menjadi 0 V. Output akan menjadi tinggi dan LED akan menjadi on. Selanjutnya C1 akan di-isi dari 0 V hingga mencapai +Vcc. Setelah 10 detik, tegangan yang melewati C1 mencapai 6 V(2/3 Vcc) dan 555 akan direset, keluarannya akan kembali ke keadaan rendah.
(Kasusnya:)
  • Ranqkaian gagal berfungsi dengan gejala bahwa keluaran selalu tetap dalam keadaan rendah.
    Penyelesaiannya adalah: suatu daftar dari kesalahan-kesalahan yang mungkin memberikan gejala ini adalah:
    • Rangkaian catu daya yang menuju IC terbuka.
    • Kegagalan dari rangkaian pemicu, yaitu: terbukanya kontak switch rangkaian atau terbukanya hubungan rangkaian ke pin 2 dari IC.
    • Kegagalan didalam IC 555 itu sendiri.
    • Rangkaian dari pin 3 ke beban terbuka.
  • Jika C1, kapasitor timing atau hubungan-hubungannya merupakan rangkaian terbuka, penundaan waktu akan menjadi sangat singkat, tetapi penekanan switch start akan mengakibatkan keluaran menjadi tinggi, dan keluaran ini akan tetap tinggi selama switch start tetap dalam posisi seperti itu.
    Penyelesaiannya adalah: Untuk menentukan lokasi kesalahan, perlu dilakukan langkah-lanqkah pemeriksaan berikut:
    1. Periksa tegangan catu daya dengan menggunakan volt-meter pada IC diantara pin 8 dan pin 1.
    2. Selidiki rangkaian pemacu. Penekanan switch start akan mengakibatkan pin 2 turun dari suatu nilai positif ke 0 V. Karena pemacu dari 555 ini amat sensitif, sehingga meter ke pin 2 dapat mengakibatkan timer untuk menjadi on. Hal ini saja dapat merupakan suatu indikasi bahwa: ada yang salah pada rangkaian switch start dan bahwa kesalahan tidak terletak pada IC.
    3. Periksa keluaran antara pin 3 dan pin 1 IC.
    4. Periksa apakah pin 4, reset, positif (Vcc) dan apakah pin 5 sebesar 2/3 Vcc.
    Suatu kesalahan seperti R1 yang merupakan rangkaian terbuka akan berakibat di keluaran, sekali dipicu akan tetap tinggi. Hal ini disebabkan Cl tidak lagi mempunyai jalur pengisian ke Vcc. Dengan kesalahan ini, rangkaian akan disetel ulang (reset) dengan cara menekan S2. Gejala yang serupa akan terjadi jika jalur pcb, atau pengawatan dari C1 ke pin 6 dan 7 menjadi terbuka, kecuali jika tegangan yang melewati C1 akan naik secara positif. Perlu dicatat, bahwa: jika pengukuran tegangan dibuat melewati C1 atau pada pin-pin 6 dan 7, perlu dipergunakan meter yang impedansinya tinggi.
Beberapa IC linier lain yang telah dibicarakan di pendahuluan seperti regulator-regulator dan konverter-konverter analog ke digital akan didiskusikan di postingan lain. Salah satu pertimbangan penting adalah PLL (Phase Locked Loop). Pada dasarnya PLL ini (Gambar 6.114) merupakan suatu sistem umpan balik yang terdiri dari sebuah detektor fasa, sebuah low pass filter, dan sebuah osilator pengontrol tegangan (VCO).
VCO ini merupakan sebuah osilator yang frekuensinya akan bervariasi dari nilai bebasnya (free running value) ketika diterapkan suatu tegangan d.c. Analisa tentang PLL tidak akan dilakukan di situs ini. Tanpa adanya penerapan sinyal masukan, tegangan keluaran akan nol, dan VCO akan bekerja bebas pada suatu frekuensi yang telah ditetapkan oleh komponen luar R1C1.
Jika diterapkan suatu sinyal masukan dari frekuensi fl, rangkaian pembanding fasa membandingkan fasa dan frekuensi dari sinyal yang masuk dengan fasa dan frekuensi yang berasal dari VCO. Suatu tegangan error dibandingkan dimana tegangan ini sebanding dengan selisih antara kedua frekuensi ini. Error ini diperkuat, dan difilter oleh sebuah sinyal frekuensi rendah. Error ini diumpan kembali ke masukan VCO dan memaksa VCO untuk membalik frekuensinya sehingga sinyal error atau sinyal selisih ini berkurang.
Jika frekuensi masukan fl cukup dekat pada fo, maka VCO akan mensinkronkan operasinya pada sinyal masuk. Dengan kata lain, VCO mengunci frekuensi masukan. Begitu sinkronisasi ini dilakukan, frekuensi VCO menjadi hampir identik dengan frekuensi masukan kecuali untuk suatu beda fasa yang kecil. Beda fasa yang kecil ini diperlukan, sehingga dihasilkan suatu keluaran d.c yang membuat agar frekuensi VC1 sama dengan frekuensi masukan.
Jika frekuensi masukan atau fasa masukan sedikit berubah, keluaran d.c akan mengikuti perubahan ini. Oleh karena itu, sebuah PLL dapat dipakai sebagai sebuah modulator FM atau telemetri FM, dan untuk penerima FSK. FSK menjaga adanya frekuensi shift keying dan merupakan suatu metoda yang dipakai untuk mentransmisikan data yang menggunakan modulasi frekuensi dari pembawa (carrier). Level logik 0 akan menjadi satu frekuensi, katakanlah 1700 Hz, sedangkan logik 1 akan diwakili oleh frekuensi 1300 Hz. Di pemancar (transmitter), level-level logik diterapkan ke suatu VCO untuk memaksa keluaran agar menggeser frekuensinya. Penerima (receiver) merupakan PLL yang mengenai frekuensi-frekuensi masukan dan selanjutnya memproduksi suatu pergeseran level d.c pada keluarannya. Sebuah penerima FSK yang menggunakan PLL IC 565 diperlihatkan di Gambar 6.114.

Gambar 6.114: PLL Dasar

Hal ini dimaksudkan untuk menerima dan mendekode sinyal-sinyal FSK 1700 Hz dan 1300Hz.
Keluaran dari PLL, yang berupa suatu level tegangan yang tergantung dari frekuensi masukan, dilewatkan melalui sebuah filter RC tiqa tingkat untuk mengeluarkan frekuensi pembawa. Suatu IC pembanding A710 memberikan suatu keluaran bertingkat tinggi untuk sinyal 1300 Hz dan keluaran bertingkat rendah untuk sinyal 1700 Hz. Laju pemberian sinyal, yaitu: laju perubahan antara dua frekuensi yang kuat, dan maksimum adalah 150 Hz.

Gambar 6.115: Penerima / Dekoder FSK

Karakteristik-karakteristik rangkaian IC linier yang penting:
  • Arus Bias Masukan: harga rata-rata antara dua buah arus masukan.
  • Arus offset masukan: nilai absolut dari selisih antara dua arus masukan yang mana keluarannya akan dikendalikan lebih tinggi atau lebih rendah dari tegangan yang dispesifikasikan.
  • Tegangan offset masukan: nilai absolut dari tegangan diantara terminal-terminal masukan yang dibutuhkan untuk membuat tegangan keluaran menjadi lebih besar atau lebih kecil dari tegangan yang dispesifikasikan.
  • Daerah teganqan masukan: daerah tegangan pada terminal-terminal masukan (common mode) dimana diterapkan spesifikasi-spesifikasi offset.
  • Teganqan logik Threshold: tegangan pada keluaran dari pembanding, yang mana pembebanan rangkaian logik mengubah keadaan digital-nya.
  • Level keluaran negatif: tegangan keluaran dc negatif dengan pembanding dalam keadaan jenuh oleh suatu masukan diferensial yang sama besar atau lebih besar dari tegangan yang dispesifikasikan.
  • Arus bocor keluaran: arus pada terminal keluaran dengan teqangan keluaran dalam suatu daerah tertentu dan kendali masukan yang sama besar atau lebih besar dari suatu nilai yang diberikan.
  • Resistansi keluaran: resistansi yang diukur diterminal keluaran dengan level keluaran dc berada pada tegangan threshold logik.
  • Arus buang keluaran: arus negatif maksimum yang dapat diberikan oleh pembanding.
  • Level keluaran positif: level tegangan keluaran tinggi dengan suatu beban tertentu dan kendali masukan yang sama besar atau lebih besar dari suatu nilai yang dispesifikasikan.
  • Konsumsi daya: daya yang dibutuhkan untuk mengoperasikan pembanding tanpa beban keluaran. Daya akan bervariasi terhadap level sinyal, tetapi dispesifikasikan sebagai maksimum untuk seluruh daerah dari kondisi-kondisi sinyal keluaran.
  • Waktu tanggap: selang (interval) antara penerapan dari suatu fungsi tangga (step) masukan dan waktu ketika keluaran melewati tegangan threshold logik. Fungsi tangga (step) masukan mengendalikan pembanding dari beberapa tegangan masukan awal yang jenuh pada suatu level masukan yang dibutuhkan untuk membawa keluaran dari kejenuhan kepada tegangan treshold logik. Ekses ini dikatakan sebagai tegangan yang berlebihan (overdrive).
  • Tanggapan jenuh: level tegangan keluaran rendah dengan kendali masukan yang sama besar atau lebih besar, dari suatu nilai yang dispesifikasikan.
  • Arus strobe: arus yang keluar dari terminal strobe ketika arus berada pada level logik nol.
  • Level keluaran strobe: teganqan keluaran dc, tak tergantung pada kondisi-kondisi masukan, dengan tegangan pada terminal strobe yang sama besar atau lebih kecil dari keadaan rendah yang dispesifikasikan.
  • Tegangan ON strobe: tegangan maksimum pada terminal strobe yang dibutuhkan untuk memaksa keluaran pada keadaan tinggi yang dispesifikasikan.
  • Teqanqan OFF strobe: tegangan minimum pada terminal strobe yang akan menjamin bahwa tegangan ini tidak akan melakukan interferensi terhadap cara kerja pembanding.
  • Waktu batas strobe: waktu yang dibutuhkan keluaran untuk naik hingga tegangan treshold logik setelah dikendalikan dari nol menjadi level logik satu.
  • Arus suplai: arus yang dibutuhkan dari suplai positif atau negatif untuk mengoperasikan pembanding tanpa adanya beban keluaran. Daya akan bervariasi terhadap tegangan masukan, tetapi daya ini dispesifikasikan adalah maksimum bagi seluruh daerah kondisi-kondisi tegangan masukan.
  • Penguatan teganqan: perbandingan antara perubahan tegangan keluaran terhadap tegangan masukan di bawah kondisi-kondisi yang dinyatakan bagi resistansi sumber dan resistansi beban.
  • Bandwidth: frekuensi, yang mana penguatan tegangan dikurangi menjadi 1/2 dari nilai frekuensi rendah.
  • CMRR (Common Mode Rejection Ratio): perbandingan antara daerah tegangan common mode masukan dengan perubahan puncak ke puncak ditegangan offset masukan untuk daerah tersebut.
  • Distorsi harmonik: perbandingan dari distorsi harmonik yang didefinisikan sebagai seper-seratus dari perbandingan rms (root mean square) dari harmonik-harmonik terhadap fundamental. Distorsi Harmonik =



    Dimana:
    Vl= amplitudo dari fundamental, dan
    V2, V3, V4= amplitudo rms dari tiap harmonik.
  • Arus bias masukan: nilai rata- rata dari kedua arus masukan.
  • Daerah tegangan common-mode masukan: daerah tegangan pada terminal-terminal masukan yang mana amplifier dioperasikan. Catat, bahwa: spesifikasi-spesifikasi tidak dijamin pada seluruh daerah common-mode, kecuali dinyatakan secara spesifik.
  • Impedansi masukan: perbandingan antara tegangan masukan terhadap arus masukan di bawah kandisi-kondisi yang dinyatakan bagi sumber (Rs) dan resistansi beban (RL).
  • Arus offset masukan: selisih arus-arus pada kedua terminal-terminal masukan ketika keluarannya adalah nol.
  • Tegangan offset masukan: tegangan yang harus diterapkan diantara terminal-terminal masukkan melalui dua buah resistansi yang sama besar untuk mendapatkan tegangan keluaran nol.
  • Resistansi masukan: perbandingan dari perubahan di tegangan masukan terhadap perubahan di arus masukan pada salah satu masukan dengan masukan lainnya ditanahkan (grounded).
  • Daerah teqangan masukan: daerah teqangan di terminal-terminal masukan dimana amplifier bekerja dalam batas-batas spesifikasinya.
  • Penquatan tegangan sinyal besar: perbandingan antara ayunan tegangan keluaran ter hadap perubahan di teqangan masukan yang dibutuhkan untuk mengendalikan keluaran dari nol menjadi tegangan ini.
  • Impedansi keluaran: perbandingan antara tegangan keluaran terhadap arus keluaran di bawah kondisi-kondisi yang dinyatakan bagi resistansi sumber (Rs) dan resistansi beban (RL).
  • Laju slew (slew rate): laju batas dalam (internally limited) dari perubahan-perubahan di tegangan keluaran dengan suatu fungsi tangga (step) beramplitudo besar yang diterapkan pada masukan.
  • Arus suplai: arus yang dibutuhkan dari catu daya untuk mengoperasikan amplifier dalam keadaan tanpa beban dan keluaran berada di tengah-tengah suplai.
  • Tanqgapan transien: tanggapan fungsi tangga (step) loop tertutup dari amplifier (penguat) di bawah kondisi-kondisi sinyal kecil.
  • Unity-gain bandwidth: daerah frekuensi dari dc ke frekuensi, dimana penguatan loop terbuka dari amplifier bergerak menuju satu.
  • Penquatan tegangan: perbandingan antara tegangan keluaran terhadap tegangan masukan di bawah kondisi-kondisi yang dinyatakan bagi resistansi sumber (Rs) dan resistansi beban (RL).
  • Resistansi keluaran: resistansi sinyal kecil yang terlihat pada keluaran dengan tegangan keluaran yang mendekati nol.
  • Ayunan tegangan keluaran: ayunan tegangan keluaran puncak, di-referensikan ke-nol, yang dapat diturunkan tanpa adanya clipping.
  • Drift suhu tegangan offset: laju drift rata-rata dari tegangan offset untuk suatu variasi termal dari suhu kamar ke ekstrim suhu yang di-indikasikan.
  • Power supply rejection: perbandingan antara perubahan ditegangan offset masukan dengan perubahan di tegangan catu daya yang menghasilkannya.
  • Waktu setting: waktu diantara pengawalan fungsi tangga (step) masukan dan waktu pada saat tegangan keluaran telah menetap dengan suatu band error yang dispesifikasikan dari tegangan keluaran akhir.

0 komentar :

Posting Komentar

Terima kasih, atas saran atau usulan anda.

Translate

Menu Blog Ini

Buka Semua | Tutup Semua

 
SUPPORT: anisa indra - dmca
Copyright © 2011-2018. Citra teknologi - All Rights Reserved
Template Created by: Creating Website
Published by: Mas Template - Proudly powered by: Blogger