-->

Catu daya teregulasi linear

Written By Anisa film on Rabu, 07 Januari 2015 | 1/07/2015 12:48:00 AM


PELACAKAN KERUSAKAN SISTEM ANALOG
1. Catu Daya Teregulasi Linier
2. Catu Daya Switching
3. Sistem Penguat Stereo
4. Penerima TV Warna
5. Rangkaian IC Linear dan Kasusnya
6. Transformator

Kita telah mengetahui bahwa hampir setiap sistem ataupun peralatan elektronika memakai rangkaian catu daya di dalamnya dan sangat bervariasi rangkaiannya, tetapi mempunyai dasar yang sama.

Dari diagnosis kesalahan yang ditemukan pada umumnya terletak di bagian catu daya, oleh karena itu sangat penting untuk mempelajari lebih dahulu berbagai macam jenis catu daya. Catu daya digunakan untuk mengoperasikan sistem atau instrumen, dapat berupa baterai, tetapi pada umumnya memakai sumber daya utama arus bolak-balik satu fasa yang dirubah menjadi suatu tegangan searah yang stabil. Ada dua metoda pokok yang digunakan meregulasi dan menstabilkan tegangan searah (dc), yaitu:
  • Regulator seri linier: digunakan untuk kebutuhan daya yang sederhana/kecil (lihat gambar 6.1).
  • Switching Mode Power Unit (SMPU): untuk keperluan daya yang besar (lihat gambar 6.2).
Sistem switching lebih efisien karena menghantarkan sedikit panas dan mengambil tempat yang kecil, bila dibandingkan dengan regulator linier yang konvensional.

Gambar 6.1: Contoh Rangkaian Regulator Seri Linear

Gambar 6.2: Contoh Regulator Switching Untuk Komputer

Ada 2 (dua) macam unit daya, yaitu:
  • Inverter
    Inverter adalah unit daya yang memproduksi output daya arus bolak-balik dari tegangan input arus searah. Frekuensi outputnya bisa 50 Hz sampai dengan 400 Hz (gambar 6.3)
    Contohnya: lampu darurat, UPS

    Gambar 6.3: Lampu Darurat Sebagai Rangkaian Inverter

  • Converter
    Converter pada dasarnya adalah suatu inverter yang diikuti oleh penyearah, atau dengan kata lain perubahan arus se-arah menjadi arus se-arah lagi (gambar 6.4).

    Gambar 6.4: Rangkaian Converter

    Contoh: Instrumen portable dalam memperoleh tegangan searah 1 KV dengan arus 1 mA untuk mensupply tabung dari baterai 9 Volt.

Parameter catu daya teregulasi linear

Sebelum diadakan pengujian dan perbaikan catu daya teregulasi, maka harus diketahui lebih dahulu parameter-parameter penting untuk menentukan langkah kerja selanjutnya, yaitu:

a. Daerah (Range): yaitu batas maksimum dan minimum dari tegangan dan arus keluaran catu daya.
b. Regulasi Beban: yaitu perubahan maksimum dalam tegangan disebabkan oleh perubahan arus beban dari tanpa beban ke beban penuh. Persentase regulasi dari catu daya diberikan dengan rumus:

Gambar 6.5: Contoh Kurva Regulasi Beban Untuk Catu Daya Teregulasi Linear



Hal ini dilustrasikan dalam gambar 6.5 dan digambarkan grafik regulasi beban untuk catu daya 5 Volt.
c. Regulasi line: Perubahan maksimum tegangan output sebagai hasil dari perubahan tegangan input arus bolak balik. Sering dinyatakan sebagai perbandingan persentase, contoh perubahan tegangan input utama adalah ±10% menyebabkan perubahanan output ±0.01%
d. Impedansi output: Perubahan tegangan output dibagi oleh perubahan kecil dalam arus beban pada beberapa frekuensi yang terspesifikasikan (misalnya 100 KHz).



Pada frekuensi rendah rumus diatas untuk perubahan arus beban sangat lambat, maka bagian resistif dari Zout menonjol. Rout dapat dibaca dari grafik regulasi beban (lihat Gambar 6.5) dan untuk unit daya yang sesuai paling banyak beberapa ratus miliohm.
e. Ripel dan Derau: yaitu harga puncak ke puncak atau rms dari setiap sinyal bolak-balik atau sinyal acak, yang masuk kedalam tegangan searah dengan seluruh operasi dan parameter lingkungan bertahan konstan. Ripel akan keluar pada beban penuh atau kemungkinan lain pada harga yang dispesifikasikan dari arus beban.
f. Respon Transien: yaitu waktu yang diambil tegangan keluaran searah dalam memperoleh tegangan 10 mV dari keadaan harga steady state (selanjutnya disebut keadaan tetap) mengikuti aplikasi mendadak pada beban penuh.
g. Koefisien Temperatur: yaitu persentase perubahan dalam tegangan keluaran searah dengan temperatur pada harga-harga yang ditetapkan dari masukan utama arus bolak-balik dan arus beban.
h. Stabilitas: yaitu perubahan tegangan keluaran terhadap waktu, dengan mengambil asumsi bahwa panas yang dicapai oleh unit seimbang dan tegangan masukan bolak-balik, arus beban dan ambien temperatur semuanya konstan.
i. Efisiensi: yaitu perbandingan daya keluaran terhadap daya masukan diekspresikan dalam persen. Sebagai contoh, catu daya 24 volt yang mempunyai tegangan utama 240 volt, arus bolak-balik yang diperlukan adalah 200 mA, apabila kemudian catu daya dibebani arus keluaran 1,2 A, maka efisiensinya:



j. Batas arus (current limiting): yaitu metode yang digunakan untuk mengamankan komponen catu daya dan rangkaian-rangkaian yang diberi catu oleh unit itu dari kerusakan yang disebabkan oleh arus beban lebih. Arus keluaran steady state maksimum dibatasi sampai dengan beberapa harga yang aman (lihat gambar 6.5).
k. Batas arus balik (foldback current limiting): yaitu perbaikan terhadap batas arus yang sederhana. Jika harga dari arus beban melebihi yang ditentukan, maka catu daya akan mensaklar untuk membatasi arus menjadi harga lebih kecil (lihat gambar 6.6).

Gambar 6.6: Karakteristik Batas Arus Balik

Dengan memakai parameter tersebut di atas, maka contoh spesifikasi khusus untuk unit catu daya yang sederhana adalah sebagai berikut:
  • tegangan masukan 110 V/220 Vac frekuensi 50 Hz/60 Hz;
  • tegangan keluaran + 24 V;
  • arus keluaran 1.2 A maksimum;
  • daerah temperatur –5 oC s/d 45 oC;
  • koefisien temperatur 0.01 %/oC;
  • garis regulasi 10 % dari perubahan utama menghasilkan perubahan keluaran 0.1 %;
  • regulasi beban 0.2 % dari nol ke beban penuh.

Cara-cara pengawatan catu daya dan masalahnya

Didalam beberapa kemungkinan situasi unit daya dibutuhkan untuk mensupply beban melalui kawat yang cukup panjang seperti pada gambar 6.7. Pada gambar dapat dilihat arus beban mengalir dari supply dan kembali ke kawat yang lain, sehingga akan timbul drop teqangan menyebabkan tegangan sepanjang beban akan lebih kecil dari tegangan terminal power supply, dan konsekuensinya mempunyai penurunan regulasi.

Gambar 6.7: Beban Jarak Jauh Dari Terminal-Terminal Catu Daya

Salah satu teknik yang digunakan untuk memperbaiki hal ini dinamakan remote sensing (selanjutnya disebut dengan penginderaan jarak jauh), yaitu: dua buah kawat ekstra digunakan untuk mengkompensasikan efek tahanan kawat yang panjang (gambar 6.8). Efek dari teknik ini menyebabkan tahanan kawat catu akan menjadi lup umpan-balik dari regulator. Hal ini memberikan regulasi optimum pada beban dari pada langsung dari terminal keluaran catu daya. Arus yang dibawa oleh dua kawat sensor sangat kecil, sehingga dapat digunakan kawat kecil saja menggunakan pelindung ground coaxcial untuk menghindari pengaruh interferensi.

Gambar 6.8: Remote Sensing Untuk Kompensasi Tahanan Kawat

Teknik penginderaan jarak jauh hanya dapat digunakan untuk memberikan regulasi optimum pada satu beban. Jika catu daya digunakan untuk memberikan supply beban dalam hubungan paralel, maka digunakan teknik yang lain.
Contoh sederhana diperlihatkan pada gambar 6.9 di bawah ini.

Gambar 6.9: Regulator-regulator yang memakai point of load

Tiap beban dilengkapi dengan masing-masing rangkaian regulator IC yang sudah mudah didapat dan murah harganya. Unit catu daya utama yang men-supply ketiga regulator terpisah biasanya tidak stabil. Dalam beberapa situasi, yaitu: satu unit daya teregulasi men-supply beberapa rangkaian, maka susunannya harus di hubungkan dengan sedemikian rupa, sehingga gangguan yang diakibatkan oleh transmisi sinyal dari satu rangkaian ke rangkaian berikutnya minimum.
Gambar 6.10 memperlihatkan contoh hubungan pararel. Rangkaian C atau B tidak dapat dihubungkan apabila bebannya terlalu berat, selama arus dari rangkaian dapat di set-up oleh sinyal interferensi pada rangkaian A.

Gambar 6.10: Distribusi Pararel

Gambar 6.11 menunjukkan perbaikan susunan untuk gambar 6.10. Dalam hal ini rangkaian paling sensitif adalah A, dicatu lewat kawat penghubung tersendiri yang tidak membutuhkan kawat yang besar. Rangkaian B dan C dipararel, dan diposisikan dekat catu daya.

Gambar 6.11: Perbaikan Susunan Untuk Gambar 6.10.

Distribusi satu titik single point, diperlihatkan pada gambar 6.12. Jelas disini adalah solusi terbaik, yaitu: tiap-tiap rangkaian mempunyai kawat catu sendiri.

Gambar 6.12: Distribusi Satu Titik Solusi Terbaik

Jadi metoda distribusi daya tidak boleh simpang siur atau mengganggu selama perbaikan atau tes. Penampilan sistem akan menimbulkan perubahan dengan mengatur kembali posisi kawat-kawat catu atau merubah pentahanan-nya.

Regulator seri linier

Regulator seri linier adalah suatu rangkaian yang umumnya digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan daya medium dan sekalipun rangkaian hanya sederhana, sudah mampu untuk memberikan daya guna yang lebih baik.
Secara blok diagram diberikan pada gambar 6.13 sebagai berikut:

Gambar 6.13: Diagram Blok Regulator Seri Linear

Input yang tidak stabil (Vi) dimasukkan untuk membangkitkan tegangan acuan dan membias ke penguat error (tegangan output (Vo) yang terjadi dibandingkan dengan tegangan acuan oleh penguat error). Sinyal error ini diberikan pada elemen seri, yang biasanya berupa transistor daya NPN. Jika terjadi tegangan output mengecil, maka akan menyebabkan sinyal error diperkuat oleh penguat error yang menyebabkan elemen lintasan seri memperbesar tegangan output. Sebaliknya, jika tegangan output terlalu tinggi maka sinyal error dengan polaritas berlawanan juga diperkuat oleh penguat error yang menyebabkan elemen lintasan seri mengurangi arus output dan tegangan outputnya.
Elemen seri ini adalah transistor daya dihubungkan sebagai emitter follower yang memberikan impedansi output rendah untuk mengontrol beban.
Sedangkan contoh catu daya teregulasi yang tersedia dipasaran seperti pada gambar 6.14.

Gambar 6.14: Contoh Catu Daya Teregulasi Dipasaran

Banyak tersedia rangkaian regulator seri linear dipasaran, tapi yang akan dibicarakan disini tidak semuanya. Ada tiga rangkaian regulator seri yang penting dan mempunyai pengaman, yaitu:
  • Pembatas Arus Regulator Seri:
    Dasar rangkaian pembatas arus regulator seri diperlihatkan pada gambar 6.15.

    Gambar 6.15: Rangkaian Pembatas Arus Regulator Seri

    Rangkaian sederhana yang memakai komponen di atas tidak menurunkan keandalan dari catu daya. Rsc adalah hambatan untuk memonitor arus beban. Jika sesuatu sebab lebih, tegangan pada Rsc naik sampai 600 mV, Tr2 menghantar dan membelokkan arus basis keluar dari Tr1, sehingga karakteristiknya akan seperti Gambar 6.15.
    Sebagai contoh Rsc adalah 1 Ohm, maka akan membatasi arus beban sekitar 600 mA, dan tegangan pada Rsc adalah cukup untuk mengoperasikan Tr2.

  • Rangkaian Pengaman Beban Arus Balik (Foldback Current Limiting):
    Sifat yang berguna dari catu daya adalah akan memberikan tegangan keluaran mendekati nol. Jika harga dari arus beban berlebihan, untuk itu diperlukan rangkaian tambahan berupa beban arus balik (foldback current limiting) seperti pada gambar 6.16.

    Gambar 6.16: Rangkaian Pengaman Beban Arus Balik

    Tahanan Rm dipasang di dalam line yang kembali atau balik, dan tegangan yang dibentuk sepanjang hambatan digunakan untuk mensaklar ON thyristor secepat arus trip beban lebih melampaui, thyristor ON dan tegangan sepanjang thyristor adalah turun sekitar 0,9 volt. Hal ini tidak cukup untuk bias maju dioda D dan Tr, sehingga tegangan keluaran akan menjadi nol.
    Sebuah LED kadang-kadang dapat dipasangkan untuk mengindikasi bahwa kesalahan arus lebih telah terjadi. Beban arus balik adalah sangat efektif dalam menjaga kerusakan terhadap transistor pelewat seri saat terjadi hubung singkat antara terminal + dan -.

  • Rangkaian Pengaman Tegangan Lebih ( Over Voltage Protection):
    Sangat penting juga regulator seri mencatu suatu beban IC yang sensitif, seperti halnya TTL. Dengan TTL jika catu daya melebihi 7 volt, maka IC TTL tersebut akan rusak. Untuk itu diperlukan rangkaian pengaman tegangan lebih seperti gambar 6.17.

    Gambar 6.17: Rangkaian Pengaman Tegangan Lebih

    Dioda zener digunakan untuk mensensor tegangan keluaran dari catu daya. Jika tegangan naik, sehingga zener menghantar dan SCR akan dihidupkan mengakibatkan arus akan mengalir hampir ke-seluruhnya lewat SCR dan menyebabkan fuse terbakar. Maka tegangan pada kolektor Tr1 (elemen seri) turun sangat cepat sampai nol, karena fuse terbakar. Jadi disini yang dikorbankan adalah fusenya. Fuse akan putus saat ada kenaikan tegangan pada outputnya. Rangkaian regulator tak akan menjadi rusak kalau rangkaian yang di catu oleh regulator jenis ini.

    Kebanyakan catu daya yang modern menggunakan IC regulator, sehingga rangkaian menjadi lebih sederhana (bila terjadi kerusakan lebih mudah diatasinya). IC regulator yang paling populer saat ini dan murah serta serbaguna adalah IC regulator μA 723 A.

    Gambar 6.18: IC Regulator μA 723 A

    Rangkaian dalam dari IC ini terdiri dari catu referensi, penguat penyimpangan, transistor pelewat seri, dan transistor pembatas arus. Hubungan untuk berbagai macam variasi dapat dilakukan pada IC ini tergantung pemakai untuk merencanakannya secara fleksibel sesuai dengan kebutuhannya. Tegangan referensi adalah tegangan yang diberikan pada pin 6 dengan tegangan 7,15 volt ± 0,2 volt, dan ini dapat dihubungkan langsung pada masukan non-inverting atau lewat pembagi tegangan. Sebuah rangkaian dasar regulator dengan menggunakan IC 723 diperlihatkan pada Gambar 6.19, yang memberikan tegangan output dari 7 volt sampai dengan 37 volt.

    Gambar 6.19: Regulator 7 V Sampai Dengan 37 V

    Persamaan untuk menghitung tegangan output adalah:
    Vout = ( R1 + R2 ).Vref/R2.
    Jadi harga tegangan outputnya dapat berubah- ubah sesuai dengan perbandingan R1 dan R2 yang dapat diatur dari potensiometer. Kemampuan arus output dari rangkaian di atas sangat terbatas, untuk menambah kekuatan arus sampai 2 Ampere dapat dilakukan hanya dengan menambah sebuah transistor daya tanpa harus banyak merubah rangkaian. Caranya dengan sebuah transistor 2N3055 dihubungkan kerangkaian di atas dimana basis transistor dihubungkan ke IC pin 10 (output), kemudian emiternya dihubungkan ke IC pin 2, sedangkan kolektornya dihubungkan ke input bersama IC pin 11 dan 12. Maka sekarang rangkaian akan tetap dapat diatur tegangan outputnya dengan kekuatan arus yang bertambah menjadi 2 Ampere.

    Dua hal yang penting untuk diketahui menyangkut IC μA 723 A sebagai berikut:
    • Tegangan harus selalu paling tidak 3 V atau lebih besar dari tegangan keluaran.
    • Kapasitor dengan tegangan rendah harus dihubungkan dari pin frekuensi kompensasi ke masukan inverting. Hal ini untuk menjamin rangkaian tidak osilasi pada frekuensi tinggi.

Teknik pelacakan kerusakan pada regulator seri

Bila melacak kerusakan pada catu daya, pastikan untuk melokalisasi dan memperbaiki masalahnya serta jangan hanya mengganti komponen yang rusak. Misalnya: sekring yang selalu putus menandakan bahwa ada kerusakan komponen lain dalam rangkaian, atau resistor yang terbakar menandakan bahwa sebuah transistor atau kapasitor telah mengalami kerusakan hubung singkat, atau dan lain sebagainya.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
  • a. Pemeriksaan Visual:
    Pelacakan sebaiknya dimulai dengan memeriksa catu daya secara visual dengan baik. Periksa sekring atau set kembali pemutus rangkaian dan carilah komponen yang terbakar, patah, hangus, atau retak. Komponen-komponen tersebut harus diganti dahulu. Apabila catu daya masih dalam keadaan ON, sentuh transistor pelewat seri, regulator tegangan, atau komponen aktif lain untuk melihat bila ada yang masih panas dari pada yang seharusnya. Beberapa komponen biasanya dalam kondisi hangat. Hati-hati untuk mengerjakan langkah ini. Gunakan alat pengukur temperatur bila memungkinkan.
  • b. Pengukuran Tegangan:
    Supaya praktis, lepaskan beban dari catu daya, kemudian ukur tegangan keluarannya. Bila tegangan yang terukur sesuai, masalahnya mungkin terletak pada beban dan bukan pada catu dayanya. Teknik pelacakan berikut disebut pemisahan dan penyelesaian masalah. Mulailah pada keluaran dari rangkaian yang dicurigai, bila kita mendapatkan tegangan yang sesuai lanjutkan langkah awal ini dengan membagi rangkaian menjadi bagian-bagian logis (Masalahnya mungkin terletak pada bagian atau tahap sebelumnya). Misalnya, apa bila sekring primer catu daya putus, kita perlu melepas bagian regulator dari bagian penyearah dan kemudian lihat, apakah rangkaian tersebut masih membuat sekring rusak lagi. Hal ini akan menunjukkan kepada kita, apakah kerusakan terjadi pada bagian regulator atau bukan. Pengukuran dengan osiloskop juga bisa digunakan, terutama bila catu daya berosilasi. Kerusakan jenis ini biasanya disebabkan oleh kapasitor bypass yang terletak dekat IC regulator atau penguat penyimpangan (tergantung pada tipe rangkaian regulator yang digunakan).
  • c. Pengukuran Arus:
    Pengukuran arus dapat menunjukkan apakah rangkaian pembatas arus bekerja atau tidak, dan apakah setiap transistor pelewat mencatu beban dengan sesuai atau hanya sebuah transistor saja yang bekerja. Bila amperemeter tidak tersedia, anda dapat menempatkan sebuah resistor kurang lebih 0,1Ω yang berdaya tinggi pada bagian yang dilewati arus. Ukur tegangan yang melalui resistor kemudian hitung arus yang melaluinya dengan menggunakan hukum Ohm (I=E/R), dengan I adalah arus dalam ampere, E adalah tegangan dalam volt, dan R adalah resistansi dalam ohm.
  • d. Kerusakan yang biasanya terjadi:
    • Komponen: Dioda penyearah, IC regulator, transistor pelewat seri, kapasitor filter hubung-singkat atau terbuka. Gantilah komponen tersebut sesuai dengan yang diperlukan, tetapi yakinkan untuk menemukan sumber kerusakan sebelum memperbaiki catu daya.
    • Regulasi tegangan tidak sesuai: Periksalah regulator, komponen referensi tegangan (dioda zener) atau penguat penyimpangan (IC Op-Amp) pada gambar 6.14. Bila setelah beban dilepas tegangan keluarannya nol, periksa bagian rangkaian yang tidak benar kerjanya.
    • Catu daya berosilasi: Periksalah kapasitor bypass IC bila digunakan regulator tegang an IC (C=500pF pada gambar 6.18). Bila menggunakan transistor atau op-amp, periksalah bypass yang lain atau kapasitor penstabil dari detector penyimpangan atau penguat penyimpangan.
    • Transistor pelewat seri terlalu panas: Periksa transistor pelewat seri.

      Gambar 6.21: Rangkaian Regulator Seri Linear Dengan Menggunakan Transistor sistem darlington.

      Bila digunakan transistor pelewat lebih dari satu dan dipasang parallel (Lihat gambar 6.21), yakinkan bahwa transistor tersebut sesuai. (Salah satu transistor kemungkinan dapat mencatu arus lebih besar daripada transistor lainnya dan menimbulkan panas berlebih). Juga panas yang ditimbulkan selama peralatan bekerja dapat disebabkan oleh perubahan harga resistor Pelewat seri, rangkaian pembatas arus akan tidak bekerja, sehingga transistor pelewat akan menjadi panas secara berlebihan. Hal ini memungkinkan transistor tesebut menjadi rusak. Bila transistor pelewat digerakkan oleh sebuah IC regulator, maka panas berlebih pada transistor pelewat dapat terjadi bila penginderaan panas (thermal sensing) IC rusak.
  • e. Penggantian Komponen:
    Bila kita mengganti komponen, yakinkan bahwa:
    • Komponen penggantinya mempunyai nilai yang sesuai. Misalnya, bila mengganti kapasitor, yakinkan tidak hanya nilai dalam microfarad yang benar, tetapi juga mempunyai tegangan yang sesuai.
    • Spesifikasi komponen pengganti tentang arus, daya dan toleransi. Misalnya, setiap transistor akan mempunyai spesifikasi arus dan tegangan yang berbeda. Mereka mungkin juga mempunyai spesifikasi daya yang biasanya lebih kecil daripada spesifikasi tegangan maksimum dan arus.
    • Jangan pernah mengganti komponen pelindung seperti sekring, dengan komponen lain yang tidak sesuai amperenya. Pengunaan sekring dengan rating arus yang terlalu tinggi akan membahayakan peralatan, dan merupakan peluang yang sangat besar untuk terjadinya kerusakan.
    • Bila kita mengganti rangkaian pada PCB, yakinkan penggunaan solder yang cukup panas untuk melelehkan timah solder, tetapi ingat jangan terlalu panas karena ini akan membahayakan PCB. Lapisan tembaga pada PCB yang berlapis banyak (multilayer) mungkin memerlukan panas lebih besar, karena jalur konduktor dan ground berada di dalam lapisan tengah PCB. Dalam kasus ini yakinkan bahwa semua lapisan telah lepas dari solderannya, kalau tidak mungkin hal ini akan merusak lapisan tembaga yang ada di tengah-tengah PCB, bila kita secara paksa melepas komponennya. Untuk melindungi bagian dalam, potonglah bagian yang rusak, dan solderkan bagian yang baru pada ujung kaki yang menonjol pada PCB.
    Contoh pertama tentang kerusakan, diberikan rangkaian regulator seri linear seperti pada gambar 6.21. Cara kerja rangkaian ini adalah sebagai berikut: Tr2 dan Tr3 sebagai elemen kontrol seri dalam hubungan darlington. Arus beban penuh 1 Ampere mengalir melalui Tr3 saat arus pada basis Tr3 sekitar 40 mA. Arus ini didapat dari Tr2, yang mana Tr2 sendiri membutuhkan arus basis antara 1 sampai 2 mA. Tr1 berfungsi sebagai error amplifier, dimana masukan invertingnya adalah basis Tr1 dan masukan non invertingnya adalah emiternya yang dijaga konstan oleh zener 5,6 Volt. Selama kondisi normal, tegangan basis Tr1 kira-kira 0,6 Volt lebih tinggi dari emiternya (6,2 Volt). Oleh karena itu, tegangan di R4 juga 6,2 Volt. Jika R3 diatur sampai dengan 1 KΩ maka total tegangan jatuh sepanjang R3 dan R4 adalah 10 Volt.
    Jika tegangan keluaran turun karena perubahan beban yang naik, maka akan terjadi juga penurunan tegangan pada basis dari Tr1, sedangkan tegangan diemiternya dijaga konstan oleh zener 5,6 Volt, maka harga tegangan dari basis emitter Tr1 akan berkurang, sehingga Tr1 akan tidak semakin on yang membuat arus dari R2 akan semakin meng-on-kan Tr2 dan juga Tr3 yang cenderung untuk mengoreksi tegangan keluaran untuk kembali ke 10 Volt lagi. Demikian pula jika tegangan keluaran naik karena beban turun maka akan terjadi proses sebaliknya secara otomatis.
    • Tegangan-tegangan kondisi normal yang terukur saat rangkaian dibebani penuh 1 Ampere adalah sebagai berikut:


    • Jika salah satu komponennya rusak, maka pengukuran akan ada perbedaan, misalnya seperti:



      Disini terlihat bahwa pada TP 1 = 0 Volt, maka kerusakannya adalah dioda zener hubung singkat, yang akan membuat tegangan pada TP 2 kecil sehingga Tr2 dan Tr3 makin off dan berakibat tegangan keluaran sangat kecil.
    • Kerusakan lain diberikan hasil pengukuran sebagai berikut:



      Disini terlihat pada TP 3 = 0 Volt, maka kerusakannya adalah R3 terbuka (ingat bukan R4 hubung singkat, karena resistansi kerusakannya tidak pernah hubung singkat), yang mengakibatkan Tr1 off sehingga Tr2 dan Tr3 amat on, sehingga tegangan keluaran besar, dan tidak bisa dikontrol.
    • Hasil pengukuran lainnya adalah:



      Karena TP 2, 3, dan 4 = 0 Volt, berarti Tr2 dan Tr3 tidak bekerja, ini karena dua kemungkinan, yaitu: R2 terbuka atau C1 hubung singkat.
    • Dan hasil pengukuran yang lain lagi diberikan:



      Dari TP 2 sangat besar dan hasil keluarannya = 0 Volt, ini dapat dipastikan bahwa Tr2 rusak (hubungan basis emiternya terbuka). Contoh kedua adalah rangkaian inverter sederhana seperti gambar 6.22 berikut ini.

      Gambar 6.22: Rangkaian Inverter Untuk Daya Rendah.

      Cara kerja rangkaian ini adalah sebagai berikut:
      Masukkan 6 Vdc di switch dengan frekuensi ditentukan oleh Q1 dan Q2 (astable multivibrator ), dihubungkan pada CT dari trafo. Trafo CT primer diberi 12-0-12 dan sekunder 120 Volt. Sinyal ini digunakan untuk mengerjakan Q3 dan Q4 agar konduk. Ketika Q1 off, tegangan kolektornya naik dan menyebabkan arus lewat ke basis Q4 (konduk) sehingga arus mengalir melewati setengah gelombang pada lilitan primer.
      Pada setengah gelombang berikutnya dari astable, Q1 konduk maka Q4 off. Pada saat yang sama, Q2 off sehingga Q3 konduk. Arus sekarang mengalir di dalam arah berlawanan melewati setengah gelombang pada lilitan primer, sehingga terbentuk a.c. & ini diinduksikan ke sekundernya output ??100 Vrms ketika arus beban 30 mA. Frekuensinya ??800 Hz. Sedang guna dari R5 dan C3 sebagai filter untuk mengurangi amplitudo spike ketika transistor berubah dari konduk ke off atau sebaliknya. TP1 & TP4 maksimumnya 0,8 V dalam bentuk gelombang kotak. Jadi pada kondisi bekerja dari TP 1 sampai 6 berbentuk sinyal gelombang kotak. Untuk kerusakan-kerusakan di bawah ini menunjukkan bahwa tegangan keluaran bagian sekundernya tak ada, dan tegangan yang terukur pada TP-TP-nya adalah tegangan DC.


    • Pada pengukuran A karena tegangan TP1=TP4, TP2=TP3 dan TP5=TP6, berarti tak ada kerusakan yang hubung singkat. Karena astable tidak bekerja, maka kerusakannya adalah C1 atau C2 terbuka.
    • Pada pengukuran B, terlihat TP1 = 0, itu berarti ada yang hubung singkat dengan ground berhubungan dengan TP1 tersebut, yaitu: Q1 kolektor dan emiternya hubung singkat atau Q4 basis dan emiternya hubung singkat. Kerusakan tidak mungkin R1 terbuka karena jika R1 terbuka pasti ada tegangan yang kecil pada TP1 nya, seperti juga pada pengukuran C (pada TP4 nya).
    • Pada pengukuran C, terlihat TP4 lebih kecil dari TP1, dan ini disebabkan oleh R4 yang terbuka.
    • Pada pengukuran D, terlihat TP2 = 0, ini berarti ada yang hubung singkat pada saerah TP2 tersebut, yaitu: Q1 basis dan emiternya hubung singkat. Tapi dapat juga R2 terbuka. Dan pada kondisi kerusakan ini Q4 menjadi panas karena Q4 menjadi konduk terus.
    Jadi dari dua contoh rangkaian di atas yang terpenting adalah mengetahui lebih dahulu kerja dari rangkaian tersebut. Sehingga saat ada kerusakan dan melakukan pengukuran, kita dapat segera mengetahui daerah mana yang tak beres, dan kemudian menentukan komponen yang rusak pada daerah tersebut. Dibutuhkan sedikit analisa dan logika serta jam terbang untuk menjadi ahli dalam hal ini.
Di bawah ini diberikan tabel 6.1 yang menunjukkan beberapa kerusakan dan gejala yang terjadi pada sebuah catu daya teregulasi.

Tabel 6.1: Kerusakan umum pada catu daya teregulasi

1 komentar :

Terima kasih, atas saran atau usulan anda.

Translate

Menu Blog Ini

Buka Semua | Tutup Semua

 
SUPPORT: anisa indra - dmca
Copyright © 2011-2018. Citra teknologi - All Rights Reserved
Template Created by: Creating Website
Published by: Mas Template - Proudly powered by: Blogger